Kamis, 23 Februari 2012

Belajar Hidup dari Film Malaikat Tanpa Sayap



Setiap manusia berhak menjalani kehidupannya masing-masing. Kita memiliki banyak pilihan yang dapat kita pilih untuk menjalani hidup. Tidak ada jaminan akan hidup kita. Apakah kita akan hidup bahagia atau sedih? Kehidupan berputar dan kebaikan hidup akan berpihak dan datang pada jiwa yang baik. Oleh karena itu, kita diajarkan untuk saling membantu.

Mungkin dalam kehidupan kita banyak perjuangan yang mesti kita tempuh. Semuanya kita lakukan dengan saling tolong menolong sesama manusia, karena pada hakekatnya, manusia itu adalah mahluk sosial. Tujuan akhir dari kehidupan kita adalah agar kita dapat berguna bagi semua mahluk Tuhan, yang akan dihisab setelah kita meninggalkan dunia ini.

Seperti itulah makna yang terkandung dalam film terbaru buatan Indonesia ini. film ini berjudul Malaikat Tanpa Sayap. Film ini menceritakan perjalanan cinta dua remaja, Vino dan Mura yang kisah cintanya diancam oleh sesuatu hal yang pasti akan dialami oleh setiap manusia, yaitu kematian.
Kisah ini bermula dari seorang pria bernama Vino. Vino yang berasal dari keluarga kaya raya mendadak jatuh miskin. Semenjak itu hidupnya menjadi gelisah dan dirinya mulai mempertanyakan apa arti hidupnya di dunia. Vino tidak terlalu dekat dengan keluarganya, apalagi setelah papanya, bangkrut akibat ditipu rekan bisnisnya hingga mereka pindah dari perumahan elite ke rumah kontrakan di gang. Mamanya justru kabur dari rumah, bahkan tega meninggalkan putrinya yang berusia 5 tahun bernama Wina.

Keadaan tambah parah, saat Vino nunggak SPP hingga tiga bulan. Ia tidak terima saat pihak sekolah memberinya surat peringatan. Karena selama ini, Amir cukup rajin memberi sumbangan buat yayasan. Ia malah melabrak Kepala Sekolah, bahkan mengambil keputusan drastis, yaitu keluar dari sekolah.


Suatu ketika Wina terjatuh di kamar mandi dan dari hasil rontgen Wina diharuskan menjalani operasi, kalau tidak kakinya infeksi dan harus diamputasi. Wina membutuhkan transfusi darah karena pendarahan. Keadaan menjadi parah karena golongan darahnya wina termasuk golongan langka yaitu golongan darah A rhesus negatif. Untungnya Vino golongan darahnya sama dan akhirnya vino mengajukan diri sebagai pendonor darahnya.

Di lain tempat, ada seorang broker yang bernama Calo sedang mencari pendonor jantung. Suatu ketika takdir mempertemukan mereka, Calo dengan Vino. Calo yang sedang mencari pendonor jantung mendengar hal itu menawari Vino untuk menjadi pendonor jantung karena ada resipien (calon penerima jantung) yang golongan darahnya sama dengan Vino.

Calo mendekati Vino, ia menawari Vino untuk menjadi pendonor jantung! Vino amat terkejut. Calo itu beralasan, ada resipien (calon penerima jantung) yang golongan darahnya sama dengan Vino. Maka Vino adalah pilihan yang tepat. Vino amat marah dengan Calo. Ia tidak akan menjual jantungnya pada Calo! Tapi Calo dengan santai, berkata di Jakarta apa yang tidak bisa dibeli?

Lalu dirumah sakit yang sama, tempat adiknya Vino menginap. Vino bertemu dengan Mura, gadis cantik yang sedang duduk di ruang tunggu. Mereka bicara sangat singkat. Bahkan mereka tidak sempat berkenalan, karena tiba-tiba ada yang memanggil gadis  cantik itu, yaitu ayahnya Mura, Levrand. Mereka tampak dekat satu  sama lain. Sangat berbeda dengan Vino yang hubungannya tidak harmonis dengan kedua orangtuanya.
 

Amir dan Vino dengan caranya masing-masing berusaha untuk mendapatkan uang untuk operasi Wina. Tapi keduanya gagal. Vino yang mengalami jalan buntu mengambil keputusan menerima tawaran Calo untuk menjadi pendonor. 

Calo memberinya uang muka cukup besar. Hingga Vino bisa membiayai operasi Wina. Amir amat terkejut, ia bertanya pada Vino darimana ia mendapatkan uang. Tapi Vino tidak mau memberitahu. Yang jelas, ia tidak mencuri...


Vino bertemu lagi dengan Mura di rumah sakit yang sama. Tidak terduga Vino tahu nama Mura, karena ia sempat mendengar Levrand memanggilnya. Mura tertegun. Vino dengan santai berkata, otak punya kemampuan menyaring mana yang pantas diingat, mana yang tidak. Seperti sebuah nama. Namanya. Mura...

Mura ingin menjenguk Wina. Saat menjenguk, Mura berjanji akan memberi Wina boneka. Karena ia punya boneka banyak. Vino  mengaku kalau ia sudah tidak sekolah karena ia tidak punya biaya. Mura bilang kalau ia homeschooling. Vino meledek, pantes Mura punya banyak boneka. Karena ia tidak punya teman. 

Mura merengut, baginya hal itu tidak berpengaruh buatnya. Ia bisa punya banyak teman lewat jejaring sosial. Mura menilai Vino cynical. Vino malah mengajak Mura jalan, untuk membuktikan kalau ia tidak sesinis perkiraan Mura. Esoknya, Vino mengajak Mura untuk merasakan interaksi di dunia nyata...Mereka yang masih usia SMU malah mendatangi kampus dan berlagak mahasiswa di situ...




Sementara itu, diam-diam Amir menjadi supir taksi. Saat ini, hanya itulah yang bisa ia lakukan. Dengan uang dari Calo, Vino bahkan bisa mendapatkan rumahnya kembali yang disita Bank. Semua masalah menjadi beres. Dan Vino merasa mendadak hidupnya berwarna, karena mengenal Mura. 

Vino yang awalnya sempat putus asa hingga bertransaksi dengan Calo, mulai goyah. Ia tidak mau mendonorkan jantungnya. Kepindahannya dari rumah kontrakan ke rumah lamanya, ia pikir bisa menghilangkan jejaknya dari Calo. Tapi ternyata, Calo dapat menemuinya.

Mengetahui bahwa Vino enggan untuk mendonorkan jantungnya, Calo marah dan mereka berdua bertikai. Padahal ini merupakan keputusan Vino. Siapa calon penerima jantung Vino itu? Apakah ia sangat berarti bagi Calo?

Vino beralasan, kalau ia tidak jadi mendonorkan jantung. Ia akan mengembalikan uangnya pada Calo. Calo memakinya, uang darimana? Calo minta Vino jangan macam-macam atau Mura akan celaka! Vino kaget karena Calo tahu soal Mura. Ia tidak terima Calo macam-macam pada Mura! Calo membentaknya, kalau resipien itu adalah Mura! Vino tertegun, ia tidak percaya C alo meyakinkan, kalau Mura memang resipien. Tapi Mura dan Levrand tidak tahu kalau Vino lah calon pendonor...

Vino berada di persimpangan. Ia merasa hidupnya berwarna setelah bertemu Mura, bahkan ia berniat membatalkan transaksi dengan Calo. Karena dengan Mura, ia melihat masa depan. Tapi di pihak lain, kalau ia membatalkan transaksi itu, hidup Mura tidak akan bertahan lama...Vino dihadapkan pada pilihan, ia yang mati atau Mura...




Ada beberapa kalimat yang menurut saya baik untuk dijadikan pedoman kehidupan kita. Yaitu

"Kita punya pilihan buat jalanin hidup. Tapi kita nggak punya pilihan, buat mati..."
 “Dalam hidup ga ada jaminan untuk terus bahagia … ga ada kepastian buat apapun … setiap orang akan bisa terlempar setiap saat dari kotak kenyamanan”

Semoga dari film Malaikat Tanpa Sayap ini ada pelajaran hidup yang dapat kita ambil hikmahnya sebagai bekal kita dalam menjalani kehidupan.

Rabu, 15 Februari 2012

ayah mengapa aku berbeda ?

Bila semua teman-temanku bernyanyi, aku hanya bisa terdiam. Aku tidak pernah tau harus bagaimana mengatakan pada dunia bertapa aku sangat ingin seperti mereka, bisa mendengar dan bernyanyi layaknya kehidupan normal.
Sayangnya aku terlahir dengan keadaan tuli, lebih sadisnya terkadang mereka orang-orang yang tidak pernah mengerti perasaanku berkata kalau aku “ BUDEK” dan itu dituliskan di kertas untukkku tepat di meja belajarku di kelas.
Tapi aku tidak pernah merasa ingin membalas semuanya, karena aku sadar inilah hidupku dan inilah takdirku.
Dulu semasa kecil mungkin aku tidak pernah merasa beban ini begitu besar dalam hidupku, ketika menyadari aku beranjak remaja dan melihat aku berbeda diantara sahabat-sahabatku. Di depan mading sekolahku tertulis sebuah pengumuman pembentukan tim musik sekolah, aku ingin ikut dalam tim itu tapi sayangnya aku hanya bisa meratapi nasibku. Aku pun pulang untuk bertemu dengan ayah, aku terduduk dengan wajah penuh kesedihan,
Dalam duniaku, hanya ayah yang bisa mengerti apa yang aku katakan. Walaupun itu harus dengan bahasa tangan yang ia pelajari dengan susah payah.
Aku mengetuk pintu untuk memberi tanda aku ada di kamar untuk bicara dengan ayah, ia melihatku dan melempar senyum.
“ Angel, ayo masuk. Silakan duduk disini nak, ada apa? Bagaimana pelajaran kelas kamu hari ini?”
Aku tertunduk, lalu ayah mulai bisa membaca wajahku.
“ Apa yang terjadi nak, ceritakan pada ayah?”
“ Ayah mengapa aku berbeda dari teman-temanku?”
“ Dalam hal?” tanya ayah padaku,
Aku menangis dan usiaku saat itu hanya 12 tahun dan duduk di sekolah menengah pertama.
“ Aku tidak bisa bernyanyi, tidak bisa mendengar.. Mengapa ayah?”
Ayah melihatku sambil tersenyum,
“ Apakah kamu merasa bersedih karena itu?”
“ Ya, aku sangat bersedih.. Aku ingin seperti mereka.. Bisa bernyanyi dan mendengarkan indahnya musik..”
“ Mengapa kamu ingin menjadi seperti mereka?”
“ Karena aku ingin menjadi tim musik sekolah, aku ingin ayah..”
“ Kalau begitu lakukan..”
Aku terdiam tidak bisa membalas pertanyaan ayah kemudian ia bangkit dan mengajakku ke ruangan gudang di belakang rumahku, ia mulai membersihkan debu-debu di sebuah meja panjang yang tadinya kupikir adalah meja makan. Ternyata itu adalah piano klasik. Aku memperhatikanya dengan heran,
“ Ini adalah peninggalan ibumu sebelum ia meninggal setelah melahirkan kamu, ayah sudah tidak pernah mendengarkannya sejak kamu terlahir..”
“ Lalu..?” tanyaku.
“ kamu mungkin terlahir tanpa bisa mendengar dan bernyanyi. Tapi kamu terlahir dari rahim seorang ibu yang berjuang agar kamu ada di dunia ini dan ayah percaya, Tuhan memberikan kamu dalam kehidupan karena kamu memang layak untuk itu.”
“ Tapi aku cacat, tidak normal dan tidak akan pernah bisa mendengar musik? Bagaimana caranya aku bisa seperti teman-temanku.”
“ Sayang kamu memang tidak bisa mendengarkan musik, tapi kamu bisa memainkan musik?”
“ Bagaimana caranya?”
“ Ayah ada disini untuk kamu dan percayalah, musik itu akan terasa indah bila kamu merasakannya dari hati kamu. “
“ Walaupun aku tidak bisa mendengar..”
Ayah duduk dikursi dan menyuruhku memperhatikannya bermain piano, Ia menutup matanya lalu memainkan arunan toth piano itu.
“ Anakku, rasakanlah musik itu dalam hati dan kamu akan tau bertapa Tuhan sangat mencintai siapapun makluk yang ia ciptakan. Walaupun kamu terlahir dengan keadaan cacat dan tidak bisa mendengarkan suara musik itu dari telinga kamu.. Kamu bisa dengarkan lewatkan hati kamu..”
Ayah mengajakku untuk menyentuh setiap toth piano dan kami bermain bersama, aku memang tidak bisa merasakan apa suara music itu tapi aku bisa merasakan nada dari jari yang ketekan dan itu membuatku bersemangat untuk berlatih piano klasik, aku tau ibuku adalah seorang pemain piano sebelum ia meninggal saat melahirkanku. Aku pun berjuang untuk bermain musik dan perlahan aku mampu membuat sedikit alunan music yang indah. Semua itu kurasakan dalam hatiku, semua itu kurasakan dalam jiwaku.
Beberapa minggu kemudian, aku mulai berani mendaftar dalam tim musik sekolahku dan guruku menerimaku walaupun ia tau aku cacat tapi setelah aku mainkan piano dan ia terkesan. Aku tau semua orang melihatku dengan aneh, seorang teman bernama Agnes datang padaku.
“ Hai orang cacat, apa yang bisa kamu lakukan dengan telingamu yang tertutup kotoran?”
Yang lain tertawa dan menambah kalimat yang melukai hatiku,
“ Dia mungkin mau jadi badut diantara tim kita, biarkan saja..”
Ejekan itu berakhir saat guruku datang, mereka semua kembali ke posisi mereka masing dalam alat music yang mereka kuasai. Ibu guru pembimbing kelas musik bersikap hangat padaku, ia memperkenalkanku pada semuanya.
“ Anak-anak mulai hari ini Angel akan bergabung dalam tim kita, semoga kalian bisa berkerja sama dengan Angel ya..”
“ Ibu apa yang bisa lakukan untuk tim kita, dia kan budek?” ejek Agnes.
“ Agnes!! ibu tidak pernah mengajarkan kamu untuk menghina orang lain, jaga sikap kamu. Walaupun Angel cacat secara fisik ia juga memiliki perasaan, tolong kendalikan kata-kata kamu.”
Aku senang ibu membelaku tapi itu malah membuat semua membenciku, ibu mempersilakan aku memainkan piano, dengan gugup aku bisa bermain dengan baik. Tidak ada satupun tepuk tangan dari teman-temanku, hanya ibu guru seorang. Ketika kelas bubar aku mendekat pada ibu guru, aku menuliskan apa yang ingin aku katakan kepadanya, Ia membacanya.
“ Ibu , aku mundur saja dari tim, aku tidak mungkin bisa menjadi bagian dari mereka. Karena aku ini cacat. Mereka tidak akan menerimaku?”
“ Tidak sayang, jangan berkata demikian, kamu special, kamu berbakat, mereka hanya belum terbiasa, percayalah kalau kamu sudah sering bermain dengan mereka. Kamu akan diterima dengan suka cita. Jadi ibu tidak mau mendengarkan kalimat kamu ingin mundur..”
“ Tapi bu, aku takut bila membuat semua jadi kacau.”
“ Anakku, beberapa minggu lagi, sekolah ini akan merayakan hari ulang tahunnya, ibu percaya kamulah satu-satunya orang yang layak mengisi tempat di bagian piano, karena teman kamu Rika ( pianis sebelumnya) telah mundur karena sakit cacar”
Aku pulang ke rumah dan memberi kabar kalau aku diterima dalam tim musik sekolah, ayah begitu gembira menunggu saat-saat aku akan berada dipanggung, ia terus melatih permainan pianoku. Aku tidak pernah cerita bertapa aku sangat diremehkan oleh teman-teman se-timku yang hanya menganggap aku sampah yang tidak layak disamping mereka. Mereka sering memarahi aku dengan kata-kata kasar lalu mereka menghinaku sebagai gadis caca, hal itu terus terjadi disaat kami berlatih persiapan untuk panggung sekolah . Mereka tidak pernah peduli apa yang kumainkan bila benar, mereka selalu bilang salah. Padahal aku yakin aku benar-benar memainkan musik piano ini, sedihnya saat aku bertanya dimana letak kesalahanku yang mereka jawab lebih menyakitkan.
“ Kamu ini tuli dan budek, bagaimana bisa kamu tau alunan musik yang kamu mainkan itu benar atau salah? Kamu membuat aku muak dengan sikap kamu yang sok pintar dan mencari muka di depan bu guru.” Kata Agnes padaku.
Aku menangis mendengarkan kalimat itu, aku berlari pulang ke rumah dan satu-satunya kalimat yang kudengar hanya satu. “ Pergi kamu gadis cacat, jangan pernah kembali ke tim kami, kami tidak sudi menerima kamu dalam kelompok ini.”
Aku menangis hingga di depan rumahku dan ketika aku tiba di gerbang rumahku, sebuah mobil ambulan ada didepan rumahku dan membawa ayah. Aku mengejar perawat yang membawa ayah, ayahku tampak tertidur tanpa bicara, seorang tetanggaku berkata padaku.
“ Ayahmu terkena serangan jantung, kamu ikut tante saja. Kita pergi bersama-sama ke rumah sakit.”
Aku shock dan menangis! Bagaimana hidupku tanpa ayah? Sepanjang perjalanan aku terus menitihkan air mata. Ayah tidak sadarkan diri sejak sakit jantungnya kambuh, ia memang memiliki sakit jantung sejak menikah padahal usianya masih sangat muda. tiga hari lamanya aku menemani ayah yang tidak pernah sadarkan diri. Tiga hari pula aku tidak pernah ke sekolah, bu guru bertanya pada Agnes mengapa aku tidak masuk hari ini?”
“ Mungkin Angel merasa tidak sanggup lagi bergabung dengan tim kita, dia itu bodoh bu! Selalu melakukan kesalahan dan dia pergi begitu saja saat latihan dan tidak pernah kembali hingga saat ini.”
Ibu guru mencoba pergi ke rumahku, tapi tidak ada seorang pun orang dirumahku. Aku tau beberapa hari lagi perayaaan musik di sekolahku akan dimulai. Mungkin memang sudah menjadi garis tangan hidupku, aku tidak boleh menjadi tim sekolah. Padahal aku sudah berjuang maksimal berlatih piano di rumah. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menjaga ayahku karena ia lebih penting dalam hidupku, ia satu-satunya sahabatku yang bisa mengerti keadaan ku setelah ibu meninggal dunia.
Ya Tuhan jangan ambil ayahku, doaku setiap saat kepadanya
Seminggu kemudian,
Ayah tersadar dan melihat aku disampingnya. Ia tidak bisa bicara banyak, selain bertanya mengapa aku disini, mengapa aku tidak berlatih bersama tim musik disekolahku, aku berpura-pura berkata padanya kalau mereka memberikan aku izin menjaga ayah. Ayah marah padaku, ia bilang aku harus segera latihan dan ia ingin aku tampil disana.
“ Jangan pedulikan ayah saat ini, yang penting kamu harus bisa buktikan kepada semua orang kalau kamu bisa bermain musik dan tunjukkan kepada mereka kamu gadis yang sempurna ”
Aku tau itu berat, tapi aku tidak ingin ayah bersedih mendengar penolakkan sahabatku di sekolah, ia berjanji padaku akan lekas sembuh asal aku terus bersemangat latihan musik. Akhirnya aku pun pergi ke sekolah kembali dan masuk ke kelas musik. Ibu guru menyambutku dengan baik, dan langsung memintaku berlatih. Setelah ia pergi, Agnes dan kawan-kawan mendekatiku, mereka mendorongku hingga terjatuh.
“ Kamu itu makluk Tuhan paling menjijikan, jangan membuat tim kami malu dengan kehadiran kamu di tim music kami. tidak punya malu, padahal kami sudah mengusirmu..”
Aku terdiam, seorang teman mengatakan pada Agnes,
“ Percuma dia tuli, dia ga akan mendengarkan apa yang kita bicarakan.”
Agnes marah merasa aku tidak mendengarkan semua kemarahannya, Ia bersama teman-teman mendorongku hingga keluar ruangan, aku mengetuk pintu dan ketika tanganku berusaha membuka pintu, mereka menjepit tanganku tanpa ampun, aku berteriak kesakitan dan mereka tidak peduli
“ Astaga dia bisa menjerit juga ya.. kirain dia itu bisu, bisa teriak juga hahaha “ ledek mereka.
Mereka menyiksaku dan aku tidak berdaya. Tanganku terasa mati rasa, mungkin jariku patah. Aku meminta tetanggaku untuk membalut luka ini dan ia sangat terkejut dengan keadaanku. Aku berkata padanya aku terjatuh di jalan. Tapi aku tidak akan pernah menyerah untuk menjadi tim musik kelasku. Hingga hari itu tiba, dengan luka balut tanganku aku muncul di sekolah. Sebelumnya aku mengatakan pada ayah .
“ Ayah hari ini aku akan bermain musik dihadapan semua orang, ayah harus mendengarkan ya. “
“ Anakku, ayah pasti mendengarkan. Maaf saat ini ayah sedang sakit, ini adalah hari istemewamu. Tapi ayah sudah pikirkan bagaimana caranya. Ambil telepon genggam ayah dan biarkan itu menyala saat kamu mainkan.”
“ Baik ayah.” Aku menuruti ide cermerlang ayah.
Saat aku keluar ruangan, dokter mengatakan hal kecil disamping ayah “ Jantung anda melemah, anda harus terus berpikir positif sehingga cepat sembuh”
“ Anak saya akan manggung hari ini, itu membuat saya cemas”
“ Percayalah , anak anda adalah gadis luar biasa..”
Aku menangis menuju sekolahku, Saat aku tiba di sekolah, Agnes dan kawan-kawan melihatku dengan jijik. Sepertinya mereka tidak mau aku di panggung, mereka manarik bajuku dan menamparku di belakang panggung.
“ Pergi cepat, jangan pernah ada disini, kami akan tampil tanpa kamu. Cepat pergi? Sebelum ibu guru datang”
Tidak, aku tidak akan menyerah walaupun mereka menyiksaku. Aku sudah berjanji pada ayah untuk bermain musik di acara sekolah. Karena mereka mendapatkan aku tidak menyerah, akhirnya mereka mengancam tidak akan tampil dan memaksa aku tampil seorang diri, mereka ingin membuatku malu.
“ Baiklah, kami tidak akan tampil. Dan silakan kamu tampil sendirian, jadilah badut diatas panggung..”
Aku tidak mampu berbuat apa-apa ketika mereka mengikat rambutku layaknya orang bodoh, memoles mukaku dengan cat warna merah menyerupai badut sirkus. Aku tidak peduli, aku hanya ingin ayah bahagia dan menepati janji kepada ayah untuk tampil dalam panggung itu. Setelah puas mendandaniku seperti badut mereka pergi mendorong aku diatas panggung saat ibu guru yang bertugas menjadi pembaca acara memanggil tim kami dan aku muncul sendirian, mereka semua berlarian mengumpat.
“ DImana yang lain?” tanya ibu guru,
Aku terdiam, semua orang yang ada di bangku penonton menertawakan aku, mereka melihat badut yang sedang berada diatas panggung, aku sungguh tidak bisa berbuat-apa ap.
“ Astaga apa yang terjadi padamu dan yang lain pergi kemana? Kita tidak akan bisa menjalankan acara music ini.”
Aku mengambil kertas dan menuliskannya
“ Bu, izinkanlah aku bermain piano ini, aku sudah berjanji pada ayah untuk bermain piano , ia sedang terbaring lemas di rumah sakit, jantungnya melemah hari ini, aku takut ia akan semakin buruk bila tau aku gagal bermain bersama tim musik di sekolah”
Ibu menatapku, ia sadar bertapa aku sangat sulit.
“ Baiklah mainkanlah piano ini, tunjukkan pada dunia kalau kamu adalah orang special dengan musikmu”
“ Terima kasih bu.”
Ibu guru memberikan kata-kata sambutan kepada penonton yang terus tertawa karena melihat badut sepertiku, tapi aku tidak peduli. Dengan keunggulan 3g, aku mengadakan video call dan ayah tersenyum padaku memberikan semangat, keletakkan telepon itu diatas meja piano.
“Tuhan bimbing aku agar semua berjalan dengan baik. Dan dengarkanlah musik ini..”
Setiap denting musik mulai memecahkan semua tawa yang awalnya menghujatku, menghinaku, arunan musik ini membawa perjalanan kisahku untuk berjuang menunjukkan pada dunia, aku memang terlahir cacat, aku tidak pernah tau apa artinya musik, tidak tau bagaimana suara burung, suara ayah bahkan tragisnya aku tidak pernah tau suara yang keluar dari mulutku sendiri.
Tapi aku percaya, aku tercipta bukan tanpa tujuan dalam dunia ini. ketika lagu itu usai kumainkan, semua berdiri dan memberikan tepuk tangan, aku menangis. ibu guru memelukku, aku ingin ibu menyampaikan pesanku kepada penonton.
“ Terima kasih, memberikan aku kesempatan untuk berada ditempat ini. Kini aku tau mengapa aku berbeda, karena Tuhan mencintaiku. Aku tidak akan marah pada Agnes dan teman-teman, aku bersyukur karena mereka mengajarkan aku tentang ketekunan dan ikhlas. Termasuk ayah, yang selalu bilang padaku “ kita tidak perlu merasa sedih dengan keadaan kita, bagaimanapun bentuknya. Karena Tuhan memberikan kita nafas kehidupan dengan tujuan hidup masing-masing”
Ya aku percaya itu.
Tamat.

sinopsis SKUT


Kisah nyata seorang gadis cilik bernama Gita Sesa Wanda Cantika yang biasa dipanggil Keke ini menggerakkan hati seorang penulis – Agnes Davonar – untuk mengangkat kisahnya ke dalam sebuah novel yang berjudul Surat Kecil untuk Tuhan.
Keke berusia 13 tahun dan hidupnya tampak sempurna, disayang oleh orang tua dan dua orang kakak lelakinya dalam kondisi keuangan keluarga yang berkecukupan, serta memiliki enam sahabat dekat yang kompak dan kekasih bernama Andy (Esa Sigit).
Namun ternyata berita sedih harus diterima Keke, ternyata ia mengidap penyakit yang disebut Rhabdomyosarcoma (kanker jaringan lunak) dan sudah berada di stadium 3. Keke adalah pasien pertama di Indonesia dan dokter menyatakan bahwa usianya tinggal beberapa bulan lagi. Tapi ayah Keke tak menyerah, Keke pun harus menjalani tindakan kemotrapi hampir selama setahun yang membuat rambut Keke rontok, kulit kering dan ia sering merasa perutnya mual. Keke tampak buruk sekali, kecantikannya hilang. Keke sering mimisan, sulit bernapas dan matanya memerah lalu berair dan lama kelamaan ada benjolan yang semakin hari semakin besar di bawah kelopak mata bagian kiri. Walau begitu, ia tetap ingin ikut ujian sekolah. Bu Megawati sampai memberinya peringkat sebagai ‘Siswi Teladan’.
Ketabahan dan kesebaran Keke mendapat hadiahnya, karena dokter akhirnya menyatakan Keke sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa.  Namun entah mengapa, kanker kembali menyerang lebih parah setahun berikutny. Keke tahu ia makin lemah, tapi Keke tak ingin tampak kalah, dan ia berusaha selalu tegar dan gigih melawan penyakitnya demi keluarga yang dicintainya dan sahabat-sahabatnya yang setia.
Awalnya novel tersebut bisa dibaca gratis di internet dan telah dibaca oleh 350.000 pengunjung web, maka dicetaklah buku ini dan terjual laris lebih dari 30.000 eksemplar. Buku ini pun telah diterjemahkan dalam bahasa lain dan juga terkenal di Taiwan. Hidup dan perjuangan Keke melawan kanker pun pernah dibahas dalam acara televisi Kick Andy. Jangan lupa bawa tissue atau sapu tangan saat nonton film ini yah!
Produser : Sarjono Sutrisno
Produksi : Skylar Pictures
Durasi : 100 menit
Pemain : Alex Komang, Dinda Hauw, Esa Sigit, Ranty Purnamasari, Dwi Andika, Egi John Foreisythe
Sutradara : Harris Nizam
Penulis : Beby Hasibuan

Sabtu, 04 Februari 2012

PETUALANAGAN DORAEMON DI DASAR LAUT

 

Rencana Liburan Musim Panas

Siang yang panas membuat Doraemon kepanasan. Doraemon ingin pergi ke laut atau gunung, namun ada yang bekelahi meminta pergi ke gunung dan laut. Rupanya, Nobita, Shizuka, Giant, dan Suneo yang membuat gaduh. Pasalnya, Giant dan Suneo ingin ke laut sedangkan Nobita dan Shizuka ingin ke gunung. Karena terus-terusan ribut, akhirnya, Doraemon naik darah sambil berkata, "Pergi kedua-duanya saja! Kalau ingin berenang ke laut, ingin naik gunung ke gunung!". Alhasil, Doraemon mengajak kemping ke gunung di laut. Namun, yang lain merasa tidak setuju. Doraemon kembali naik darah. Giant dan Suneo meninggalkan Doraemon. Nobita meminta izin kepada Orang Tuanya. Tapi mereka malah bermuka masam. Nobita langsung pusing sendiri. Begitu menengok kebelakang, Dia melihat Doraemon megeluarkan Mobil Buggy Amphibi atau disingkat 'Buggy'. Doraemon mulai berjalan. Secara diam-diam, Nobita menaiki bagian belakang Buggy. Nobita hampir tenggelam begitu masuk kedalam laut. Doraemon kecewa melihat perilaku Nobita. Akhirnya, dengan disinari Sinar Penyelaras. Doraemon mengajak Nobita ke laut. mereka mengambil foto di pegunungan dan ditunjukkan kepada Shizuka. di Rumah, mereka melihat berita tentang ditemukannya Kapal Spanyol yang tenggelam dan membawa 20 Trilliun Rupiah (Di Jepang, diperkirakan 200 Miliar Yen) Giant yang melihat berita itu heboh dan melaporkannya kepada Suneo. Namun Suneo tahu tidak akan membuahkan hasil karena sedang diangkat secara besar-besaran. Dirumah Nobita, Ibu Nobita (Tamako Kataoka/Tamako Nobi) melarang Nobita pergi. Alasannya, karena Pekerjaan Rumah (PR) Nobita belum dikerjakan. sesaat setelah itu, Nobita menelepon Shizuka bahwa kempingnya ditunda sampai PRnya selesai. Nobita langsung belajar. sesaat setelah itu, Nobita tertidur. Doraemon menyiramnya dengan air. Keesokan Harinya, Doraemon terdengar sedang berteriak "Bersemangatlah, Nobita!". Ternyata, Doraemon bersorak-sorak kepada Nobita yang pekerjaan rumahnya belum selesai. Lantas, Nobita berdiri dan ingin tiduran. Doraemon menasihati Nobita dan Berkata "Tapi dibalik kesusahan ada kesenangan, Kamu mau membiarkan Shizuka kecewa?!"